BERBAGI

BERBAGI
"WELCOME"

Jumat, 30 Maret 2012

penerapan strategi manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar (mbs)

PENERAPAN 
STRATEGI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS )
DI SEKOLAH DASAR
Disusun Oleh : SANDI
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi yang ditetapkan di indonesia sebagai standar dalam  mengembangkan keunggulan  pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003 pada pasal 51 ayat 1 bahwa: pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan  seluruh sumber  internal dan eksternal  dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui  perluasan otonomi sekolah.  Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan.  
MBS juga merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan pencapaian tujuan melalui  pengerahan sumber daya internal dan eksternal. Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
MBS merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan sekolah dalam mencapai tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan internal dan eksternal. Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi penerapannya dikembangkan dengan didasari asas keterbukaan informasi atau transparansi, meningkatkan partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara kolaboratif  melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan bersama.  Pelaksanaannya selalu berlandaskan  usaha meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.  Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah suatu rumusan masalah penelitian kedalam bagian-bagian yang lebih tegas dan lebih jelas agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran yang penulis buat.
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.        Apa pengertian dari Manajemen Berbasis Sekolah ?
2.        Bagaimana penerapan Manjemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar ?
3.        Bagaimana strategi Manajemen Berbasis Sekolah ?
C.      Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah di SD. Selain itu juga, penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai penerapan strategi manajemen berbasisi sekolah di sekolah dasar.
D.      Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran tentang isi keseluruhan dari penulisan makalah ini, akan penulis kemukakan sistematikanya sebagai berikut :

BAB I             : Pendahuluan terdiri dari:
Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, dan Sistematika                 Penulisan.
BAB II            : Terdiri dari:
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah, Penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar, Strategi Manajemen
Berbasis Sekolah, Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
BAB III          : Penutup terdiri dari:
                          Kesimpulan dan Saran
BAB II
ISI
A.      Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris School Based Manajemen di ambil dari beberapa istilah yang cukup bervariasi, seperti Self Managing School, Site Based Manajement atau Community Based School Manajement.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya:
1.        Mallen, Ogawa, dan Kranz (dalam Siswantari 4.3: 2008) berpendapat bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu bentuk desentralisasi yang memndang sekolah sebagai suatu unit dasar pengembangan dan bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan.
2.        Candoli (dalam Siswantari 4.3: 2008) berpendapat bahwa: MBS sebagai alat untuk menekan sekolah mengambil tanggungjawab apa yang terjadi pada anak didiknya.
3.        Myers dan Stonehill (dalam Siswantari 4.3: 2008) berpendapat bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga mempunyai tanggungjawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal dan kurikulum.
4.        Neal (dalam Siswantari 4.3: 2008) berpendapat bahwa:
School Based Management is a research based, commited, structured, and decentralized method of operating the schooldistrict within understood parameters and staff roles to maximized resource effectivenness by transferring the preponderant share of the entire school system’s budget, along with corresponding decision making power, to the local school on an equitable lump sum basis, based upom a differentiated per pupil allocation to be spent irrespective of sourch in the best interests of the students in those school according to a creative local school plan and local school budget developed by the principal collaboratively with trained staff, parent and student as stake holders, approved by the superintendent; such plans being designed to achieve approved goals of improving education by placing accountibility at the individual school,and evaluated more by results than by methodology.
Berdasarkan kutipan di atas terdapat butir-butir yang terkandung di dalam definisi tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Manajemen Berbasisi Sekolah adalah sekolah yang berdasarkan penelitian, komitmen, sistem tertentu, dan pengoprasian sekolah dari suatu distrik atau wilayah yang memekai metode sentralisasi dengan parameter (batasan-batasan yang jelas) dan peran staf yang dipahami oleh mereka yang terlibat, untuk memeksimalkan efektivitas penggunaan sumber daya.
b.      (Bagian) anggaran yang peruntukkannya bagi sekolah, sebagian besar dipindahkan ke sekolah masing-masing untuk dikelola di dalam sistem Rencana Anggran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), sejalan dengan pemberian kewenangan untuk mengambil keputusan pada setiap sekolah.
c.       Alokasi anggaran diberikan dalam bentuk lump-sum (blok keseluruhan, tidak diperinci) secara adil, berdasarkan alokasi per siswa yang berbeda (misalnya untuk SD, SLTP, dan SMU, serta SLB masing-masing perhitungannya berbeda), tidak peduli dari sumber manapun, yang penting untuk kepentingan siswa di sekolah tersebut.
d.      Alokasi diberikan sesuai perencanaan dan anggaran sekolah yang dibuat oleh kepala sekolah bersama staf (guru) yang sudah terlatih, orang tua dan siswa sebagai stakeholders dan disetujuai olah dinas
e.       Perencanaan yang telah dibuat sekolah tersebut dirancang untuk mencapai tujuan perbaikan mutu pendidikan yang disepakati bersama.
f.       Akuntabilitas diberlakukan bagi masing-masing sekolah.
g.      Evaluasi lebih pada hasil, bukan pada metodologi atau proses.
5.        Hasbullah dalam (ferdinan 27:2009) Manajemen Berbasis Sekolah adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan mengenali infrastruktur yang ada di sekolah seperti, guru, peserta didik, sarana dan prasarana, finansial, kurikulum, sistem informasi. Komponen-komponen tersebut merupakan unsur manajemen yang harus disusun secara optimal dalam arti perlu direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dikendalikan dan dikontrol.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah adalah alat untuk memajukan suatu sekolah dengan memanajeman seluruh kebutuhan sekolah yang saling  bekerjasama dalam lingkungan sekolah seperti guru, peserta didik, orang tua untuk meningkatkan kegiatan sekolah yang lebih baik.
B.       Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di SD
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah untuk SD dilakukan melalui Program Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (PPMBS). Sesuai kebijakan dan program yang tercantum dalam propenas tahun 200-2004, program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga komponen, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Beberapa hal yang merupakan elemen pokok penyelenggraan program MBS di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1.        Adanya bloc grant atau dana hibah yang diberikan kepada SD rintisan yang penggunaannya dikelola sendiri oleh sekolah bekerjasama dengan masyarakat (orang tua siswa dengan masyarakat). Besarnya block grant masing-masing lima juta rupiah.
2.        Sekolah membuat operencanaan sendiri dan mnengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam proses ini.
3.        Sekolah bertanggung jawab atas perawatan, kebersihan dan pemanfaatan fasilitas sekolah, serta pengadaan dan peralatan yang diperlukan dengan dana hibah yang dimilki dan partisipasi masyarakat.
4.        Penggalang peran serta masyarakat secara lebih luas lingkupnya, buykan hanya dukungan finansial, tetapi juga dukungan pendidikan di rumah (keluarga) sejalan dengan program sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
5.        Keterbukaan pengelolaan sekolah diwujudkan dalam rangka akuntabilitas dan meningkatkan komitmen sekolah dan masyarakat secara bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.
6.        Proses pembelajaran dengan prinsip-prinsip: aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, dengan dukungan MBS agar meningkatkan motivasi kehadiran anak untuk datang ke sekolah, dan semangat belajar yang lebih baik.
1.        Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Yang efektif
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :
a.         Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b.        Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c.         Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d.        Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e.         Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f.         Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
2.        Pengaruh penerapan MBS terhadap kewenangan pemerintah pusat
Penerapan MBS dalam sistem yang pemerintahan yang masih cenderung terpusat tentulah akan banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika para pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman besar.
MBS menyebabkan pejabat pusat dan kepala dinas serta seluruh jajarannya lebih banyak berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di tingkat sekolah. Pemerintah pusat, dalam rangka pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu saja masih menjalankan politik pendidikan secara nasional. Pemerintah pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian, standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah (dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun, pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif. Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung kreativitasnya untuk berinovasi. Pemerintah harus mampu memberikan bantuan jika sekolah tertentu mengalami kesulitan menerjemahkan visi pendidikan yang ditetapkan daerah menjadi program-program pendidikan yang berkualitas tinggi. Pemerintah daerah juga masih bertanggung jawab untuk menilai sekolah berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Kita belum memiliki pengalaman dengan dewan sekolah, ada rencana untuk mengadakan dewan pendididikan pada tingkat nasional, dewan pendidikan pada tingkat daerah, dan dewan sekolah di setiap sekolah. Di Amerika Serikat, dewan sekolah (di tingkat distrik) berfungsi untuk menyusun visi yang jelas dan menetapkan kebijakan umum pendidikan bagi distrik yang bersangkutan dan semua sekolah di dalamnya. MBS di Amerika Serikat tidak mengubah pengaturan sistem sekolah, dan dewan sekolah masih memiliki kewenangan dengan berbagi kewenangan itu. Namun, peran dewan sekolah tidak banyak berubah.
Dalam rangka penerapan MBS di Indonesia, kantor dinas pendidikan kemungkinan besar akan terus berwenang merekrut pegawai potensial, menyeleksi pelamar pekerjaan, dan memelihara informasi tentang pelamar yang cakap bagi keperluan pengadaan pegawai di sekolah. Kantor dinas pendidikan juga sedikit banyaknya masih menetapkan tujuan dan sasaran kurikulum serta hasil yang diharapkan berdasarkan standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat, sedangkan sekolah menentukan sendiri cara mencapai tujuan itu. Sebagian daerah boleh jadi akan memberi kewenangan bagi sekolah untuk memilih sendiri bahan pelajaran (buku misalnya), sementara sebagian yang lain mungkin akan masih menetapkan sendiri buku pelajaran yang akan dipakai dan yang akan digunakan seragam di semua sekolah.
Di Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut dewan manajemen sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan kepala sekolah, wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota masyarakat lainnya, staf administrasi, dan wakil murid. Dewan ini melakukan analisis kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat tujuan dan sasaran terukur yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolah di tingkat distrik.
Di beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat kepada kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari sebuah tim atau sebagai pengambil keputusan akhir.
Dalam hampir semua model MBS, setiap sekolah memperoleh anggaran pendidikan dalam jumlah tertentu yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah daerah menentukan jumlah yang masuk akal anggaran total yang diperlukan untuk pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya, seperti biaya administrasi dan transportasi dinas, dan mengalokasikan selebihnya ke setiap sekolah. Alokasi ke setiap sekolah ini ditentukan berdasarkan formula yang memperhitungkan jumlah dan jenis murid di setiap sekolah.
Setiap sekolah menentukan sendiri pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada mereka untuk pembayaran gaji pegawai, peralatan, pasok, dan pemeliharaan. Kemungkinan variasi penggunaan anggaran dalam setiap daerah dapat terjadi dan tidak perlu disesalkan, karena seragam belum tentu bagus. Misalnya, di sebagian daerah, sisa anggaran dapat ditambahkan ke anggaran tahun berikutnya atau dialihkan ke program yang memerlukan dana lebih besar. Dengan cara ini, didorong adanya perencanaan jangka panjang dan efisiensi.
3.        Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”
Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan pelatihan kepemimpinan.
Adapun syarat Manajemen Berbasis Sekolah sebagai berikut:
a.         MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
b.        MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
c.         Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
d.        Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
e.         Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
f.         Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
       Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1)        Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2)        Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3)        Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4)        Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5)        Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6)        Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
4.        Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang berhubungan Prestasi Belajar Murid
MBS merupakan salah satu gagasan yang diterapkan untuk meningkatkan pendidikan umum. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran murid. Dengan demikian, ia bukan sekadar cara demokratis melibatkan lebih banyak pihak dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan itu tidak berarti banyak jika keputusan yang diambil tidak membuahkan hasil lebih baik.
Kita belum memiliki pengalaman untuk mengaitkan penerapan MBS dengan prestasi belajar murid. Upaya mengaitkan MBS dengan prestasi belajar murid masih problematis. Belum banyak penelitian kuantitatif yang telah dilakukan dalam topik ini. Selain itu, masih diragukan apakah benar penerapan MBS berkaitan dengan prestasi murid. Boleh jadi masih banyak faktor lain yang mungkin mempengaruhi prestasi itu setelah diterapkannya MBS. Masalah penelitian ini makin diperparah dengan tiadanya definisi standar mengenai MBS. Studi yang dilakukan tidak selamanya mengindikasikan sejauhmana sekolah telah mendistribusikan kembali wewenangnya.
C.      Strategi Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi pencapaian implementasi MBS perlu mempertimbangkan kompleksitas permasalahan persekolahan di Indonesia. untuk itu perlu satu pertahanan dalam penerapannya dengan mempertimbangkan prioritas waktu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Strategi jangka pendek adalah mempersiapkan SDMdengan pelatihan tenaga dan pengalokasian dana secara langsung ke sekolah. SDM sekolah hendaknya memiliki keterampilan dalam memnelola dan menguasai prinsip-prinsip MBS sedangkan pengalokasian dana secara langsung ke sekolah (unit cost per sekolah) untuk mencapai efektifitas dan efesiensi biaya yang selain ini melalui rantai birokratis yang komleksdan mengikat menjadi tidak efisien.
Menurut rekomendasi Bank Dunia (1991) hal tersebut di atas merupakan factor penyebab kurangnya otonomi kepala sekolah dalam mengelola keuangan sekolah dan khususnya dalam manjemen sekolah. Semuanya itu berhubungan dengan kemampuan professional kepala sekolah khususnya di tingkat pendidikan dasar. Oleh karena itu trategi pelaksanaan konsep MBS di tingkat pendidikan dasar dalam jangaka pendek, menengah dan jangka panjang harus memperhatikan berbagai aspek antara lain:
1.      Partisipasi Masyarakat
2.      Ketenagaan, kepala sekolah dan guru
3.      Keuangan yang mencakup rutin (SBPP-SD), proyek (BOP) Block Grant, BP3 dan lain-lain.
4.      Kurikulum, materi dan penilaian, Buku alat, sarana yang diperlukan.
Keempat unsur tersebut perlu disiapkan, dirancang, dikelola dan dikendalikan secara efektif dan efisien. Dengan demikian strategi implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terkait dengan kondisi objektif yang ada di sekolah stakeholderss
. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan dengan hal itu guru dan kepala sekoah dituntut untuk terus meningkatkan profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara optimal.
Implikasi dari penerapan strategi Manajemen Berbasisi Sekolah (MBS) adalah menciptakan kondisi di antara perubahan pengelola dengan mendelegasikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan guru. Untuk itu system akuntabilitas terutama bagi para stakeholders perlu mendapat perhatian sehubungan dengan itu agar sekolah selalu berhati-hati dalam pengelolaan pendidikan dan anggaran. Meskipun melaksanakan pengawasan yang baik tidaklah mudah.
1.        Strategi pengembangan kompetensi siswa dengan Manajemen Berbasis Sekolah
Dunia pendidikan Indonesia saat ini setidaknya menghadapi empat tantangan besar yang kompleks.
a.       Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah (Added value), yaitu bagaimana meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
b.      Tantangan untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industri yang menguasai teknologi dan informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
c.       Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks).
d.      munculnya kolonialisme baru di bidang iptek dan ekonomi menggantikan kolonialisme politik. Dengan demikian kolonialisme kini tidak lagi berbentuk fisik, melainkan dalam bentuk informasi. Berkembangnya teknologi informasi dalam bentuk computer dan internet, sehingga bangsa Indonesia sangat bergantung kepada bangsa-bangsa yang telah lebih dulu menguasai teknologi informasi. Inilah bentuk kolonialisme baru yang menjadi semacam virtual enemy yang telah masuk keseluruh pelosok dunia ini.
Kemajuan ini harus dapat diwujudkan dengan proses pembelajaran yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, professional, unggul, berpandangan jauh ke depan (Visioner), memiliki percaya dan harga diri yang tinggi. Untuk mewujudkan hasil diatas diperlukan strategi yang tepat, diantaranya adalah bagaimana strategi mengembangkan kompetensi siswa berdasarkan kemampuan, sikap, sifat serta tingkah laku siswa sehingga membuat siswa menyenangi proses pembelajaran.
Peningkatkan kompetensi siswa tidak bisa dipandangan secara pragmatis, terpisah dari bagian-bagiannya yang utuh. Peningkatan kompetensi siswa harus dilihat secara pendekatan sistem, menyeluruh, utuh dan tidak terpisah-pisah dari bagian-bagiannya sehingga dapat dilihat progress reports terhadap laju perkembangan kompetensi siswa seperti yang diharapkan.
Selain dari pada itu, pengembangan kompetensi siswa dengan konsep pendekatan system terutama system manajemen berbasis sekolah akan sangat mudah dan efektif untuk mengevaluasi system apa yang perlu ditinjau, dimodifikasi ataupun dirobah menurut kebutuhan.
Manajemen berbasis sekolah merupakan sebuah sistem yang memberikan hak atau otoritas khusus kepada pihak sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan tuntutan ataupun kebutuhan masyarakat dimana sekolah tersebut berada.
Berdasarkan analisa diatas, bagaimanakah wujud masyarakat Indonesia baru yang seharusnya ?. Jawabannya adalah masyarakat yang berpendidikan (Educated Sociaty). Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan, khususnya dalam menghadapi masa depan harus ditujukan pada reformasi kelembagaan secara total, agar pendidikan nasional memiliki kemampuan untuk melaksanakan peran, fungsi dan misinya secara optimal.
1)      Kompetensi
Kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam konsep pelatihan yang berbasis kompetensi dijelaskan bahwa kompetensi merupakan gabungan antara kerterampilan, pengetahuan dan sikap. Kompetensi digunakan untuk melakukan penilaian terhadap standar, memberikan indikasi yang jelas tentang keberhasilan dalam kegiatan pengembangan, membentuk sistem pengembangan dan dapat digunakan untuk menyusun uraian tugas seseorang.
Standar kompetensi disusun sedemikian rupa mengacu kepada kesepakatan internasional tanpa harus mengabaikan berbagai aspek dan budaya yang bersifat lokal atau nasional. Standar konpetansi yang telah ada hendaknya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terutama dunia pendidikan dalam hal peningkatan kemampuan dasar siswa serta penyusunan kurikulum.
2)      Otoritas Sekolah Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Secara khusus hal-hal yang di desentralisasikan adalah yang secara langsung berhubungan dengan para peserta didik, seperti keputusan tentang program pendidikan, alokasi waktu, dan kurikulum. Tetapi menurut Caldel dan Spinks, 1992 dalam Abu-Duhou, membagi beberapa hal yang menjadi otoritas sekolah dalam MBS, diantaranya yaitu :
a)        Pengatahuan (Knowledge); otoritas keputusan berkaitan dengan kurikulum, tujuan dan sasaran pendidikan.
b)        Teknologi (Technology); otoritas mengenai srana dan prasaran pembelajaran
c)        Kekuasaan (Power); kewenangan dalam membuat keputusan.
d)       Material (Material); kewenangan mengenai penggunaan fasilitas, pengadaan dan peralatan alat-alat sekolah.
e)        Manusia (People) kewenangan atas keputusan mengenai sumber daya manusia, pengembangan profesionalisme dan dukungan terhadap proses pembelajaran.
f)         Waktu (Time); kewenangan mengalokasikan waktu.
g)        Keuangan (Financial); kewenangan dalam mengalokasikan dana pendidikan.
Sedangkan Thomas, 1997 dalam Abu-Duhou, mengelompokkan kewenagan sekolah dalam manajemen berbasisi sekolah dalam empat hal, yaitu :
a)        Penerimaan (admission); kewenangan untuk menentukan siswa mana yang akan diterima diseklolah.
b)         Penilaian (Assessment); kewenangan untuk menentukan berapa siswa yang akan dinilai.
c)        Informasi (Information); kewenangan untuk menseleksi data mengenai kinerja sekolah dan mempublikasikannya.
d)       Pendanaan (Funding); kewenangan untuk menentukan uang masuk bagi penerimaan siswa.
3)        Kompetensi siswa
Untuk merespon bebagai kondisi sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka salah satu kebutuhan yang sangat penting adalah tersedianya system pendidikan dan pelatihan yang mampu menghasilkan SDM yang berkualitas setara dengan standar internasional. Untuk melaksanakan system pendidikan yang baik dibutuhkan suatu standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai patokan kinerja yang diharapkan.
Salah satu bentuk system pendidikan yang mampu meningkatkan kompetensi siswa adalah system manajemen berbasis sekolah yang memberi hak sepenuhnya atau otonomi kepada sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan kebutuhan tempat dimana sekolah berada.
2.        Strategi Pengembangan Kompotensi Siswa
Dunia pendidikan dewasa ini yang semakin banyak/ menghadapi tantangan, salah satu diantaranya ialah bahwa pendidikan itu berlangsung dalam latar lingkungan yang dibuat-buat, karena pendidikan itu harus membina tingkah laku yang berguna bagi individu dimasa akan datang dan bukan waktu sekarang. Akibat dari latar lingkungan yang dibuat adalah terjadinya suasana pembelajaran yang tidak menyenangkan.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan adalah sekolah masih menggunakan cara yang bersifat aversif, dimana para siswa menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya terutama untuk menghindari stimulus-stimulus aversif seperti kecaman guru, ejekan dimuka kelas, menghadap kepala sekolah jika tidak membuat tugas di rumah.
Untuk memecahkan masalah untuk perbaikan pendidikan itu pernah diusulkan beberapa pemecahan masalah yang diantaranya:
a.         Mendapatkan guru yang berkualitas
b.        Mencari terobosan baru untuk menandingi sekolah unggul
c.         Menaikkan standar pembelajaran
d.        Mereorganisasi kurikulum.
Akan tetapi pemecahan masalah yang pernah ditawarkan tersebut tidak menyentuh esensi permasalahan dunia pendidikan itu sendiri.
Menurut Skinner satu hal yang perlu dilakukan untuk memecahkan kebuntuan tersebut adalah bagaimana guru bertanggung jawab mengembangkan pada siswa tingkah laku verbal (kompetensi) atau kemampuan siswa yang merupakan pernyataan keterampilan dan pengetahuan mata pelajaran. Konkritnya Skinner menjelaskan yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa atau kompetensi siswa adalah :
Membangun khazanah tingkah laku verbal dan non verbal yang menunjukkan hasil belajar.
a.       Menghasilkan dengan kemungkinan yang besar, tingkah laku yang disebut minat, antusiasme dan motivasi untuk belajar.
b.      Sehingga dengan tugas seperti ini pembelajaran itu berfungsi memperlancar pemerolehan pola-pola tingkah laku verbal dan non verbal yang perlu dimiliki setiap siswa.

Menurut B. Weiner, dengan teori atribusinya, satu sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan dengan analisa terjadinya interaksi di kelas.
Hal yang penting diperhatikan dalam interaksi di kelas dalam konteks proses pembelajaran serta dalam rangka meningkatkan kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa yang perlu dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar dan motivasi :
a.         Perbedaan Perseorangan,
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah tingkat perkembangan siswa dan tingkat rasa harga diri siswa. Untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam proses pembelajaran dianatarany dapat dilakukan pengajaran dengan kelompok kecil (Cooperative Learning), tutorial, dan belajar mandiri serta belajar individual.
b.        Kesiapan untuk belajar
Kesiapan seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang bermanfaat baginya. Karena belajar sifatnya kumulatif, kesiapan untuk belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana kesiapan untuk belajar itu meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah kedudukannya dalam tata hirarki keterampilan intelktual.
c.         Motivasi
Ciri khas dari teori-teori belajar ialah memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang dihubungkan dengan asas-asas untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri siswa. Konsep ini memusatkan perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan yang bisa mendorong siswa seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari peranan peransang atau membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.
Ketiga hal diatas harus diperhatikan yang dibarengi dengan penciptaan suasan kelas yang menyenangkan sehingga tingkah laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan pembelajarn yang nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang dimanipulasi tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang perlu diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam pembelajaran. Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek tingkah laku, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa benar-benar memiliki kompetensi yang sangat memadai.
Kurikulum saat ini, terutama kurikulum pendidikan nasional akan dikembangkan apa yang dinamakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Competency based Curriculum. Dalam konsep ini, kurikulum harus dikuasai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satun pendidikan.
Materi kurikulum harus ditekankan pada mata pelajaran yang sanggup menjawab tantangan global dan perkembangan iptek yang sangat cepat. Disamping itu kurikulum yang dikembangkan harus berlandaskan pendidikan etika dan moral yang dikembangkan dalam mata pelajaran agama dan mata pelajaran lain yang relevan.
Selain itu kurikulum harus bersifat luwes, sederhana dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sebagai dampak dari perkembangan terknologi dan tuntutan masyarakat. Kurikulum hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran siswa dan dapat dikembangkan dengan potensi siswa, keadaan sumber daya pendukung dan kondisi yang ada.
Semua alternative solusi diatas tidak ada artinya jika tidak dimanajemeni atau dikelola dengan professional. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem manajemen berbasis sekolah, dimana pihak sekolah memiliki otoritas yang cukup untuk mengelola konsep-konsep yang akan diterapkan dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa.
Masalah kurikulum, tujuan pendidikan, keputusan atau kebijakan sekolah, fasilitas yang akan digunakan, pengembangan SDM sekolah, pengaturan waktu dan biaya pendidikan, haruslah sepenuhnya dikelola oleh sekolah sehingga langkah-langkah teknis diatas dapat terwajud.
Untuk meningkatkan kompetensi siswa ada beberap hal yang harus diperhatikan, diantaranya, ciri-ciri siswa antara lain, perbedaan perseorangan, kesiapan belajar dan motivasi yang dibarengi oleh pemanipulasian suasana pembelajaran menjadi lebih disukai oleh siswa sehingga dengan mempertimbangkan kondisi ini apa yang diharapkan sesuai dengan tujuan.
Akan tetapi jika mensfesifikasi pendidikan kedalam tingkah laku sama dengan membatasi guru menjadi upaya untuk merubah tingkah laku siswa. Pada hal, pendidikan tidak hanya sebatas tutorial yang akan mengakibatkan pendidikan kurang manusiawi dan terlalu mekanistik. Akan tetapi pendidikan lebih dari itu, dimana pendidikan memerlukan tingkat kecerdasan dan kebebasan berpikir yang tinggi, kompetensi dan moral atau tingkah laku yang kompleks untuk mengarunginya.
Secara kelembagaan dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa perlu sebuah sistem yang mampu mengakomodir tujuan tersebut. Salah satu bentuk dari system tersebut adalah manajemen berbasis sekolah yaitu sebuah sistem manajemen yang memberi keluasan kepada pihak sekolah untuk mengelola sekolah masing-masing menurut kebutuhan, kondisi, dan tuntutan lingkungan dimana sekolah tersebut berada.
3.        Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.
a.    Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
b.    Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
c.    Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
d.   Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
D.       Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
            Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa,  memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis.
Kejelasan tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu  yang digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan. Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja.
Tujuan MBS adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas  indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah. Lebih dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan siswa belajar.  Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan MBS berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa  melalu pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.  Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam melaksanakan MBS. Partisipasi seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi target sekolah.
            Baik berdasarkan kajian pelaksanaan kajian di negara-negara lain maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan sisdiknas no. 20 Tahun 2003, serta aspirasi masyarakat yang berkembang, setidaknya ada empat aspek yang tercakup sebagai tujuan dari MBS, kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas, dan efisiensi serta akuntabilitas. Dari keempat aspek tersebut ialah :
1.        Kualitas (mutu) dan Relevansi
            Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolak ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu relevansi ada yang memandangnyasebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang memisahkan keduanya maka mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (kelulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan (dampak), termasuk juga ranah pendidikan yang tidak diujikan.
2.        Keadilan
            Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk belajar maka Manajemen Berbasis Sekolah memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan dan layanan yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang secara optimal.
Antar sekolah harus saling memacu prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak (bukan hanya yang pandai), dan secarakeseluruhan sekolah harus mencapai standar kompetensi minimal bagi setiap anak yang diluluskan. Keadilan ini begitu penting sehingga par ahli sekolah efektif menyingkat tujuan sekolahnya hanya dengan mutu dan keadilan atau quality and equity.
3.        Efektivitas dan Efisiensi
  Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektivitas merupakan pengelolaan dan penggunaan semua input dalam bentuk non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas, metodologi, strategi pembelajaran dll.)dihubungkan dengan hasil yang di capai (output-outcome). Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang di pakai dalam proses pendidikan sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang di harapkan (sesuai tujuan). Efisiensi yang berhubungan dengan nilai uang yang dikeluarkan atau biaya (cost) untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses) dibandingkan atau dihubungakan dengan hasilnya (hasil belajar siswa).
            Jadi, apabila yang dibahas dalam proses pendidikan untuk mencapai hasil (tujuan) bersilfat non-uang maka pembahasan berhubungan dengan efektivitas sekolah, sebaliknya kalau yang dibahas dalam proses pendidikan di sekolah untuk mencapai hasil sesuai tujuan dihitung dalam bentuk uang (Rp) maka kita membahas efisiensi. Kedua proses dibandingkan hasilnya. MBS diharaphan dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah karena perencanaan dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya juga diawasi oleh masyarakat.
4.                  4.    Akuntabilitas
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen semua stake holders. Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban atas semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Selama ini dipertanggungjawaban sekolah lebih pada masalah administratif-keuangan dan bersifat vertikal (keatas) sesuai jalur birokrasi. Pertanggung jawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas pada pelaksanaan program sesuai petunjuk dan pedoman dari pusat ( pusat dalam arti nasional maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya),tanpa pertanggung jawaban hasil pelaksanaan program.
Dengan melaksanakan semua pedoman dan petunjuk, sekolah telah merasa melaksanakan tugas dengan baik.soal hasil pendidikan (prestasi lulusan) tidak termasuk sesuatu yang yang harus dipertanggungjawabkan, tanggung jawab atas hasil pendidikan, ada dipundak pengambil kebijakan (puasat kekuasaan), yang akhirnya menjadi sangat berat karena dalam kenyataan, pusat otoritas tidak dapat mengendalikan semua yang terjadi di sekolah yang kondisi dan konteksnya sangat beragam.
MBS dengan desentralisasi kewenangan kepada sekolah bukan hanya memberikan kewenangan untuk mengambil keputusan yang lebih luas (dari pada sebelumnya). Tetapi juga sekaligus membebankan pertanggungjawaban oleh sekolah atas apa-apa yang dikerjakan dan hasil kerjanya.
Akuntabilitas pendidikan dan hasilnya (baik administratif-finansial maupun tingkat kualitas yang dicapai) diberikan bukan hanya kepada satu stakeholder (pusat/birokrasi), tetapi kepada berbagai pihak (stake holders), termasuk di dalamnya orang tua, komite sekolah (masyarakat), dan pengguna lulusan, disamping secara internal kepada guru-guru dan warga sekolah. Akuntabilitas kepada berbagai pihak ini pada gilirannya akan meningkatkan kepedulian yang kuat (komitmen) pihak-pihak terkait tersebut atas apa yang terjadi di sekolah, terutama dalam hal mutu, keadilan, efektivitas, efisiensi, transparansi, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur yang dituntut oleh konsep akuntabilitas pendidikan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan alat untuk memajukan suatu sekolah dengan memanajeman seluruh kebutuhan sekolah yang saling  bekerjasama dalam lingkungan sekolah seperti guru, peserta didik, orang tua untuk meningkatkan kegiatan sekolah yang lebih baik.
Pada dasarnya penerapan Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan masyarakat dan orang tua siswa untuk memperkuat peran kepala sekolah dalam kebijakan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM), sangatlah berperan penting dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Peran Pemerintah disini mengawasi, mendukung serta menjamin berlangsungnya Manajemen Berbasis Sekolah. Hal ini mencakup peningkatan kemampuan personal pengelola sekolah dan tenaga pendidikan melalui berbagai training dan workshop terkait dengan MBS, formulasi pendanaan pendididkan berbasis sekolah dalam rangka penyuksesan MBS. Bafian ini menyodorkan funding formula yang diharapkan lebih applicable dan tepat sesuai dengan kemampuan dan tuntuta masyarakat serta kemampuan keuangan nasional. Setiap sekolah menentukan sendiri pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada mereka untuk pembayaran gaji pegawai, peralatan, pasok, dan pemeliharaan.

B.       Saran
Saran dari penulis adalah tingkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah dengan penerapan strategi manajemen berbasis sekolah yang efektif, dan  semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
  
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Pertanyaan dan Jawaban
1.        Pertanyaan
a.         Bagaimana menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Dasar?
b.        Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah Itu penting di laksanakan di Sekolah Dasar?
c.         Apakah dengan strategi manajemen berbasis Sekolah dapat meningkatkan pengembangan kompetensi siswa?
d.        Bagaimana caranya strategi peningkatan mutu pendidikan diterapkan dalam Manajemen Berbasisi sekolah?
e.         Apakah penerapan Manajemen Berbasis sekolah efektif di terapkan di Sekolah Dasar?
2.        Jawaban
a.         Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah untuk SD dilakukan melalui Program Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (PPMBS). Sesuai kebijakan dan program yang tercantum dalam propenas tahun 200-2004, program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga komponen, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
b.        Karena manajemen Berbasisi Sekolah merupakan suatu kesatuan kunci unutk meningkatkan mutu pendidikan dengna adanyan kerjasama dengan pemerintah, murid, guru, dan masyrakat untuk menunjang dalam kegiatan pendidikan.
c.         Ya, dapat. Karena tersedianya system pendidikan dan pelatihan yang mampu menghasilkan SDM yang berkualitas setara dengan standar internasional. Untuk melaksanakan system pendidikan yang baik dibutuhkan suatu standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai patokan kinerja yang diharapkan. Salah satu bentuk system pendidikan yang mampu meningkatkan kompetensi siswa adalah system manajemen berbasis sekolah yang memberi hak sepenuhnya atau otonomi kepada sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan kebutuhan tempat dimana sekolah berada. Sehingga kemampuan kompetensi siswa menjadi lebih meningkat.
d.        Caranya yaitu dengan peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah. Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
e.         Penerapan Manajemen Berbasis sekolah sangat efektif di terapkan di Sekolah Dasar. Karena program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga komponen, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk meningkatkan mutu pembelajaran.



1 komentar:

terima kasih sudah berkunjung , diharapkan untuk meluangkan pendapat anda ....!!