STRATEGI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS )
DI SEKOLAH DASAR
Disusun Oleh : SANDI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi yang ditetapkan di
indonesia sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan
pengelolaan sekolah. Penegasan ini dituangkan dalam USPN Nomor 20 tahun 2003
pada pasal 51 ayat 1 bahwa: pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
MBS
merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan
seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada
pentingnya menetapkan kebijakan melalui perluasan otonomi sekolah.
Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan
dalam rangka mencapai tujuan. Spesifikasinya berkenaan dengan visi, misi, dan
tujuan yang dikemas dalam pengembangan kebijakan dan perencanaan.
MBS juga
merupakan salah satu model manajemen strategik. Hal ini berarti meningkatkan
pencapaian tujuan melalui pengerahan sumber daya internal dan eksternal.
Menurut Thomas Wheelen dan J. David Hunger (1995), empat langkah utama dalam
menerapkan perencanaan strategik yaitu (1) memindai lingkungan internal dan eksternal (2) merumuskan strategi yang meliputi perumusan
visi-misi, tujuan organisasi, strategi, dan kebijakan (3) implementasi strategi
meliputi penyusunan progaram, penyusunan anggaran, dan penetapan prosedur (4) mengontrol dan mengevaluasi kinerja.
MBS
merupakan salah satu strategik meningkatkan keunggulan sekolah dalam mencapai
tujuan melalui usaha mengintegrasikan seluruh kekuatan internal dan eksternal.
Pengintegrasian sumber daya dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai pada evaluasi atau kontrol. Strategi penerapannya dikembangkan dengan
didasari asas keterbukaan informasi atau transparansi, meningkatkan
partisipasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
Tantangan
praktisnya adalah bagaimana sekolah meningkatkan efektivitas kinerja secara
kolaboratif melalui pembagian tugas yang jelas antara sekolah dan orang
tua siswa yang didukung dengan sistem distribusi informasi, menghimpun
informasi dan memilih banyak alternatif gagasan dari banyak pihak untuk
mengembangkan mutu kebijakan melalui keputusan bersama. Pelaksanaannya
selalu berlandaskan usaha meningkatkan partisipasi dan kolaborasi pada
perencanaan, pelaksanaan kegiatan sehari-hari, meningkatkan penjaminan mutu
sehingga pelayanan sekolah dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Dalam
menunjang keberhasilannya, MBS memerlukan banyak waktu dan tenaga yang
diperlukan pihak eksternal untuk terlibat dalam banyak aktivitas sekolah.
Hal ini menjadi salah satu kendala. Tingkat pemahaman orang tua tentang
bagaimana seharusnya berperan juga menjadi kendala lain sehingga partisipasi
dan kolaborasi orang tua sulit diwujudkan. Karena itu, pada tahap awal
penerapan MBS di Indonesia lebih berkonsentrasi pada bagaimana orang tua
berpartisipasi secara finansial dibandingkan pada aspek eduktif.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah adalah suatu
rumusan masalah penelitian kedalam bagian-bagian yang lebih tegas dan lebih
jelas agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran yang penulis buat.
Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari Manajemen Berbasis
Sekolah ?
2.
Bagaimana penerapan Manjemen Berbasis Sekolah
di Sekolah Dasar ?
3.
Bagaimana strategi Manajemen Berbasis
Sekolah ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen
Berbasis Sekolah di SD. Selain itu juga, penulisan makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai penerapan strategi manajemen
berbasisi sekolah di sekolah dasar.
D.
Sistematika
Penulisan
Untuk
memberikan gambaran tentang isi keseluruhan dari penulisan makalah ini, akan
penulis kemukakan sistematikanya sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan terdiri dari:
Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Terdiri dari:
Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah, Penerapan Manajemen
Berbasis
Sekolah di Sekolah Dasar, Strategi Manajemen
Berbasis
Sekolah, Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
BAB III : Penutup terdiri dari:
Kesimpulan dan Saran
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah
yang merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris School Based Manajemen di ambil dari beberapa istilah yang cukup
bervariasi, seperti Self Managing School,
Site Based Manajement atau Community Based School Manajement.
MBS
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber
dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. MBS merupakan
paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat
didefinisikan oleh beberapa ahli diantaranya:
1.
Mallen, Ogawa, dan Kranz (dalam
Siswantari 4.3: 2008) berpendapat bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah sebagai
suatu bentuk desentralisasi yang memndang sekolah sebagai suatu unit dasar
pengembangan dan bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan.
2.
Candoli (dalam Siswantari 4.3: 2008)
berpendapat bahwa: MBS sebagai alat untuk menekan sekolah mengambil
tanggungjawab apa yang terjadi pada anak didiknya.
3.
Myers dan Stonehill (dalam Siswantari
4.3: 2008) berpendapat bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu
strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas
pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing-masing
sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan juga
mempunyai tanggungjawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan,
personal dan kurikulum.
4.
Neal (dalam Siswantari 4.3: 2008)
berpendapat bahwa:
School
Based Management is a research based, commited, structured, and decentralized
method of operating the schooldistrict within understood parameters and staff
roles to maximized resource effectivenness by transferring the preponderant
share of the entire school system’s budget, along with corresponding decision
making power, to the local school on an equitable lump sum basis, based upom a
differentiated per pupil allocation to be spent irrespective of sourch in the
best interests of the students in those school according to a creative local
school plan and local school budget developed by the principal collaboratively
with trained staff, parent and student as stake holders, approved by the
superintendent; such plans being designed to achieve approved goals of
improving education by placing accountibility at the individual school,and
evaluated more by results than by methodology.
Berdasarkan kutipan di atas terdapat
butir-butir yang terkandung di dalam definisi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Manajemen
Berbasisi Sekolah adalah sekolah yang berdasarkan penelitian, komitmen, sistem
tertentu, dan pengoprasian sekolah dari suatu distrik atau wilayah yang memekai
metode sentralisasi dengan parameter (batasan-batasan yang jelas) dan peran
staf yang dipahami oleh mereka yang terlibat, untuk memeksimalkan efektivitas
penggunaan sumber daya.
b. (Bagian)
anggaran yang peruntukkannya bagi sekolah, sebagian besar dipindahkan ke
sekolah masing-masing untuk dikelola di dalam sistem Rencana Anggran dan
Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), sejalan dengan pemberian kewenangan untuk
mengambil keputusan pada setiap sekolah.
c. Alokasi
anggaran diberikan dalam bentuk lump-sum
(blok keseluruhan, tidak diperinci) secara adil, berdasarkan alokasi per siswa
yang berbeda (misalnya untuk SD, SLTP, dan SMU, serta SLB masing-masing
perhitungannya berbeda), tidak peduli dari sumber manapun, yang penting untuk
kepentingan siswa di sekolah tersebut.
d. Alokasi
diberikan sesuai perencanaan dan anggaran sekolah yang dibuat oleh kepala
sekolah bersama staf (guru) yang sudah terlatih, orang tua dan siswa sebagai stakeholders dan disetujuai olah dinas
e. Perencanaan
yang telah dibuat sekolah tersebut dirancang untuk mencapai tujuan perbaikan
mutu pendidikan yang disepakati bersama.
f. Akuntabilitas
diberlakukan bagi masing-masing sekolah.
g. Evaluasi
lebih pada hasil, bukan pada metodologi atau proses.
5.
Hasbullah dalam (ferdinan 27:2009)
Manajemen Berbasis Sekolah adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi
dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan mengenali
infrastruktur yang ada di sekolah seperti, guru, peserta didik, sarana dan
prasarana, finansial, kurikulum, sistem informasi. Komponen-komponen tersebut
merupakan unsur manajemen yang harus disusun secara optimal dalam arti perlu
direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dikendalikan dan dikontrol.
Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Manajemen
Berbasis Sekolah adalah alat untuk memajukan suatu sekolah dengan memanajeman
seluruh kebutuhan sekolah yang saling
bekerjasama dalam lingkungan sekolah seperti guru, peserta didik, orang
tua untuk meningkatkan kegiatan sekolah yang lebih baik.
B.
Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah di SD
Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah untuk SD dilakukan melalui Program Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(PPMBS). Sesuai kebijakan dan program yang tercantum dalam propenas tahun 200-2004,
program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga
komponen, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM),
serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk
meningkatkan mutu pembelajaran.
Beberapa hal yang merupakan elemen
pokok penyelenggraan program MBS di sekolah dasar adalah sebagai berikut:
1.
Adanya bloc grant atau dana hibah yang diberikan kepada SD rintisan yang
penggunaannya dikelola sendiri oleh sekolah bekerjasama dengan masyarakat
(orang tua siswa dengan masyarakat). Besarnya block grant masing-masing lima juta rupiah.
2.
Sekolah membuat operencanaan sendiri dan
mnengambil inisiatif sendiri untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan
melibatkan masyarakat sekitar dalam proses ini.
3.
Sekolah bertanggung jawab atas
perawatan, kebersihan dan pemanfaatan fasilitas sekolah, serta pengadaan dan
peralatan yang diperlukan dengan dana hibah yang dimilki dan partisipasi
masyarakat.
4.
Penggalang peran serta masyarakat secara
lebih luas lingkupnya, buykan hanya dukungan finansial, tetapi juga dukungan
pendidikan di rumah (keluarga) sejalan dengan program sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
5.
Keterbukaan pengelolaan sekolah
diwujudkan dalam rangka akuntabilitas dan meningkatkan komitmen sekolah dan
masyarakat secara bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.
6.
Proses pembelajaran dengan
prinsip-prinsip: aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, dengan dukungan MBS
agar meningkatkan motivasi kehadiran anak untuk datang ke sekolah, dan semangat
belajar yang lebih baik.
1.
Penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah Yang efektif
Penerapan
MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik
dari penerapan MBS sebagai berikut :
a.
Memungkinkan orang-orang yang kompeten
di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b.
Memberi peluang bagi seluruh anggota
sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c.
Mendorong munculnya kreativitas dalam
merancang bangun program pembelajaran.
d.
Mengarahkan kembali sumber daya yang
tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e.
Menghasilkan rencana anggaran yang lebih
realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah,
batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f.
Meningkatkan motivasi guru dan
mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
2.
Pengaruh
penerapan MBS terhadap kewenangan pemerintah pusat
Penerapan
MBS dalam sistem yang pemerintahan yang masih cenderung terpusat tentulah akan
banyak pengaruhnya. Perlu diingatkan bahwa penerapan MBS akan sangat sulit jika
para pejabat pusat dan daerah masih bertahan untuk menggenggam sendiri
kewenangan yang seharusnya didelegasikan ke sekolah. Bagi para pejabat yang
haus kekuasaan seperti itu, MBS adalah ancaman besar.
MBS
menyebabkan pejabat pusat dan kepala dinas serta seluruh jajarannya lebih
banyak berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di tingkat sekolah.
Pemerintah pusat, dalam rangka pemeliharaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
tentu saja masih menjalankan politik pendidikan secara nasional. Pemerintah
pusat menetapkan standar nasional pendidikan yang antara lain mencakup standar
kompetensi, standar fasilitas dan peralatan sekolah, standar kepegawaian,
standar kualifikasi guru, dan sebagainya. Penerapan standar disesuaikan dengan
keadaan daerah. Standar ini kemudian dioperasionalkan oleh pemerintah daerah
(dinas pendidikan) dengan melibatkan sekolah-sekolah di daerahnya. Namun,
pemerintah pusat dan daerah harus lebih rela untuk memberi kesempatan bagi
setiap sekolah yang telah siap untuk menerapkannya secara kreatif dan inovatif.
Jika tidak, sekolah akan tetap tidak berdaya dan guru akan terpasung
kreativitasnya untuk berinovasi. Pemerintah harus mampu memberikan bantuan jika
sekolah tertentu mengalami kesulitan menerjemahkan visi pendidikan yang
ditetapkan daerah menjadi program-program pendidikan yang berkualitas tinggi.
Pemerintah daerah juga masih bertanggung jawab untuk menilai sekolah
berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Kita
belum memiliki pengalaman dengan dewan sekolah, ada rencana untuk mengadakan
dewan pendididikan pada tingkat nasional, dewan pendidikan pada tingkat daerah,
dan dewan sekolah di setiap sekolah. Di Amerika Serikat, dewan sekolah (di
tingkat distrik) berfungsi untuk menyusun visi yang jelas dan menetapkan
kebijakan umum pendidikan bagi distrik yang bersangkutan dan semua sekolah di
dalamnya. MBS di Amerika Serikat tidak mengubah pengaturan sistem sekolah, dan
dewan sekolah masih memiliki kewenangan dengan berbagi kewenangan itu. Namun,
peran dewan sekolah tidak banyak berubah.
Dalam
rangka penerapan MBS di Indonesia, kantor dinas pendidikan kemungkinan besar
akan terus berwenang merekrut pegawai potensial, menyeleksi pelamar pekerjaan,
dan memelihara informasi tentang pelamar yang cakap bagi keperluan pengadaan
pegawai di sekolah. Kantor dinas pendidikan juga sedikit banyaknya masih
menetapkan tujuan dan sasaran kurikulum serta hasil yang diharapkan berdasarkan
standar nasional yang ditetapkan pemerintah pusat, sedangkan sekolah menentukan
sendiri cara mencapai tujuan itu. Sebagian daerah boleh jadi akan memberi
kewenangan bagi sekolah untuk memilih sendiri bahan pelajaran (buku misalnya),
sementara sebagian yang lain mungkin akan masih menetapkan sendiri buku
pelajaran yang akan dipakai dan yang akan digunakan seragam di semua sekolah.
Di
Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut dewan manajemen
sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan kepala sekolah,
wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota masyarakat
lainnya, staf administrasi, dan wakil murid. Dewan ini melakukan analisis
kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat tujuan dan sasaran terukur
yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolah di tingkat distrik.
Di
beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada
tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat
kepada kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan
peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari
sebuah tim atau sebagai pengambil keputusan akhir.
Dalam
hampir semua model MBS, setiap sekolah memperoleh anggaran pendidikan dalam
jumlah tertentu yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah daerah
menentukan jumlah yang masuk akal anggaran total yang diperlukan untuk
pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya, seperti biaya administrasi dan
transportasi dinas, dan mengalokasikan selebihnya ke setiap sekolah. Alokasi ke
setiap sekolah ini ditentukan berdasarkan formula yang memperhitungkan jumlah
dan jenis murid di setiap sekolah.
Setiap
sekolah menentukan sendiri pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada mereka
untuk pembayaran gaji pegawai, peralatan, pasok, dan pemeliharaan. Kemungkinan
variasi penggunaan anggaran dalam setiap daerah dapat terjadi dan tidak perlu
disesalkan, karena seragam belum tentu bagus. Misalnya, di sebagian daerah,
sisa anggaran dapat ditambahkan ke anggaran tahun berikutnya atau dialihkan ke
program yang memerlukan dana lebih besar. Dengan cara ini, didorong adanya
perencanaan jangka panjang dan efisiensi.
3.
Syarat
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah
suportif atas gagasan MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan
sekolah untuk menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing
sekolah. Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci
peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah,
kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan
standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap
sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik
kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah
menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.”
Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti
dinamika kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan
konflik, teknik presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi
dalam kelompok. Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di
sekolah dan anggota masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk
memenuhi tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan
tambahan pelatihan kepemimpinan.
Adapun syarat Manajemen Berbasis
Sekolah sebagai berikut:
a.
MBS harus mendapat dukungan staf
sekolah.
b.
MBS lebih mungkin berhasil jika
diterapkan secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk
menerapkan MBS secara berhasil.
c.
Staf sekolah dan kantor dinas harus
memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar
menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
d.
Harus disediakan dukungan anggaran untuk
pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
e.
Pemerintah pusat dan daerah harus
mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya
berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
f.
Hambatan Dalam Penerapan manajemen
berbasis sekolah (MBS)
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi
pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1)
Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan
selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut
serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan
sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut
perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki
banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan
mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau
tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2)
Tidak Efisien
Pengambilan keputusan
yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan
seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para
anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada
tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3)
Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat
bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di
satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu
sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis
hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada
saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya
karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4)
Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang
berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman
menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar
tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan
bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5)
Kebingungan Atas Peran dan Tanggung
Jawab Baru
Pihak-pihak yang
terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang
selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab
pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan
menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung
jawab pengambilan keputusan.
6)
Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model
yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi
yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan
sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh
dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak
yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa
setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah
pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta
hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua
yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang
dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat
sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah
terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah
yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua
maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan
menghasilkan keputusan lebih baik.
4.
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yang berhubungan Prestasi Belajar Murid
MBS merupakan salah
satu gagasan yang diterapkan untuk meningkatkan pendidikan umum. Tujuan
akhirnya adalah meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran murid.
Dengan demikian, ia bukan sekadar cara demokratis melibatkan lebih banyak pihak
dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan itu tidak berarti banyak jika
keputusan yang diambil tidak membuahkan hasil lebih baik.
Kita belum memiliki
pengalaman untuk mengaitkan penerapan MBS dengan prestasi belajar murid. Upaya mengaitkan
MBS dengan prestasi belajar murid masih problematis. Belum banyak penelitian
kuantitatif yang telah dilakukan dalam topik ini. Selain itu, masih diragukan
apakah benar penerapan MBS berkaitan dengan prestasi murid. Boleh jadi masih
banyak faktor lain yang mungkin mempengaruhi prestasi itu setelah diterapkannya
MBS. Masalah penelitian ini makin diperparah dengan tiadanya definisi standar
mengenai MBS. Studi yang dilakukan tidak selamanya mengindikasikan sejauhmana
sekolah telah mendistribusikan kembali wewenangnya.
C.
Strategi
Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi pencapaian implementasi MBS
perlu mempertimbangkan kompleksitas permasalahan persekolahan di Indonesia.
untuk itu perlu satu pertahanan dalam penerapannya dengan mempertimbangkan
prioritas waktu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Strategi jangka pendek adalah mempersiapkan SDMdengan
pelatihan tenaga dan pengalokasian dana secara langsung ke sekolah. SDM sekolah
hendaknya memiliki keterampilan dalam memnelola dan menguasai prinsip-prinsip
MBS sedangkan pengalokasian dana secara langsung ke sekolah (unit cost per
sekolah) untuk mencapai efektifitas dan efesiensi biaya yang selain ini melalui
rantai birokratis yang komleksdan mengikat menjadi tidak efisien.
Menurut rekomendasi Bank Dunia (1991) hal tersebut di
atas merupakan factor penyebab kurangnya otonomi kepala sekolah dalam mengelola
keuangan sekolah dan khususnya dalam manjemen sekolah. Semuanya itu berhubungan
dengan kemampuan professional kepala sekolah khususnya di tingkat pendidikan
dasar. Oleh karena itu trategi pelaksanaan konsep MBS di tingkat pendidikan
dasar dalam jangaka pendek, menengah dan jangka panjang harus memperhatikan
berbagai aspek antara lain:
1.
Partisipasi Masyarakat
2.
Ketenagaan, kepala sekolah dan guru
3.
Keuangan yang mencakup rutin (SBPP-SD), proyek (BOP) Block Grant, BP3 dan lain-lain.
4.
Kurikulum, materi dan penilaian, Buku alat, sarana
yang diperlukan.
Keempat unsur tersebut perlu disiapkan, dirancang,
dikelola dan dikendalikan secara efektif dan efisien. Dengan demikian strategi
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terkait dengan kondisi
objektif yang ada di sekolah stakeholderss
. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru
sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan
dengan hal itu guru dan kepala sekoah dituntut untuk terus meningkatkan
profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara
optimal.
Implikasi dari penerapan strategi Manajemen Berbasisi
Sekolah (MBS) adalah menciptakan kondisi di antara perubahan pengelola dengan
mendelegasikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan guru. Untuk itu system
akuntabilitas terutama bagi para stakeholders perlu mendapat perhatian
sehubungan dengan itu agar sekolah selalu berhati-hati dalam pengelolaan
pendidikan dan anggaran. Meskipun melaksanakan pengawasan yang baik tidaklah
mudah.
1.
Strategi
pengembangan kompetensi siswa dengan Manajemen Berbasis Sekolah
Dunia pendidikan Indonesia saat ini
setidaknya menghadapi empat tantangan besar yang kompleks.
a. Tantangan
untuk meningkatkan nilai tambah (Added value), yaitu bagaimana meningkatkan
nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
yang berkelanjutan.
b. Tantangan
untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya
transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat yang agraris ke
masyarakat industri yang menguasai teknologi dan informasi, yang implikasinya
pada tuntutan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
c. Tantangan
dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu bagaimana meningkatkan daya
saing bangsa dalam meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing
sebagai hasil penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks).
d. munculnya
kolonialisme baru di bidang iptek dan ekonomi menggantikan kolonialisme
politik. Dengan demikian kolonialisme kini tidak lagi berbentuk fisik,
melainkan dalam bentuk informasi. Berkembangnya teknologi informasi dalam
bentuk computer dan internet, sehingga bangsa Indonesia sangat bergantung
kepada bangsa-bangsa yang telah lebih dulu menguasai teknologi informasi.
Inilah bentuk kolonialisme baru yang menjadi semacam virtual enemy yang telah
masuk keseluruh pelosok dunia ini.
Kemajuan ini harus dapat diwujudkan
dengan proses pembelajaran yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang
berwawasan luas, professional, unggul, berpandangan jauh ke depan (Visioner),
memiliki percaya dan harga diri yang tinggi. Untuk mewujudkan hasil diatas
diperlukan strategi yang tepat, diantaranya adalah bagaimana strategi
mengembangkan kompetensi siswa berdasarkan kemampuan, sikap, sifat serta
tingkah laku siswa sehingga membuat siswa menyenangi proses pembelajaran.
Peningkatkan kompetensi siswa tidak
bisa dipandangan secara pragmatis, terpisah dari bagian-bagiannya yang utuh.
Peningkatan kompetensi siswa harus dilihat secara pendekatan sistem,
menyeluruh, utuh dan tidak terpisah-pisah dari bagian-bagiannya sehingga dapat
dilihat progress reports terhadap laju perkembangan kompetensi siswa seperti
yang diharapkan.
Selain dari pada itu, pengembangan
kompetensi siswa dengan konsep pendekatan system terutama system manajemen
berbasis sekolah akan sangat mudah dan efektif untuk mengevaluasi system apa
yang perlu ditinjau, dimodifikasi ataupun dirobah menurut kebutuhan.
Manajemen berbasis sekolah
merupakan sebuah sistem yang memberikan hak atau otoritas khusus kepada pihak
sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan tuntutan
ataupun kebutuhan masyarakat dimana sekolah tersebut berada.
Berdasarkan analisa diatas,
bagaimanakah wujud masyarakat Indonesia baru yang seharusnya ?. Jawabannya
adalah masyarakat yang berpendidikan (Educated Sociaty). Oleh karena itu setiap
lembaga pendidikan, khususnya dalam menghadapi masa depan harus ditujukan pada
reformasi kelembagaan secara total, agar pendidikan nasional memiliki kemampuan
untuk melaksanakan peran, fungsi dan misinya secara optimal.
1) Kompetensi
Kompetensi meliputi pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam konsep pelatihan yang
berbasis kompetensi dijelaskan bahwa kompetensi merupakan gabungan antara
kerterampilan, pengetahuan dan sikap. Kompetensi digunakan untuk melakukan
penilaian terhadap standar, memberikan indikasi yang jelas tentang keberhasilan
dalam kegiatan pengembangan, membentuk sistem pengembangan dan dapat digunakan
untuk menyusun uraian tugas seseorang.
Standar kompetensi disusun
sedemikian rupa mengacu kepada kesepakatan internasional tanpa harus
mengabaikan berbagai aspek dan budaya yang bersifat lokal atau nasional.
Standar konpetansi yang telah ada hendaknya dapat dimanfaatkan oleh berbagai
pihak terutama dunia pendidikan dalam hal peningkatan kemampuan dasar siswa
serta penyusunan kurikulum.
2) Otoritas
Sekolah Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Secara
khusus hal-hal yang di desentralisasikan adalah yang secara langsung
berhubungan dengan para peserta didik, seperti keputusan tentang program
pendidikan, alokasi waktu, dan kurikulum. Tetapi menurut Caldel dan Spinks,
1992 dalam Abu-Duhou, membagi beberapa hal yang menjadi otoritas sekolah dalam
MBS, diantaranya yaitu :
a)
Pengatahuan (Knowledge); otoritas
keputusan berkaitan dengan kurikulum, tujuan dan sasaran pendidikan.
b)
Teknologi (Technology); otoritas
mengenai srana dan prasaran pembelajaran
c)
Kekuasaan (Power); kewenangan dalam
membuat keputusan.
d) Material
(Material); kewenangan mengenai penggunaan fasilitas, pengadaan dan peralatan
alat-alat sekolah.
e)
Manusia (People) kewenangan atas
keputusan mengenai sumber daya manusia, pengembangan profesionalisme dan
dukungan terhadap proses pembelajaran.
f)
Waktu (Time); kewenangan mengalokasikan
waktu.
g)
Keuangan (Financial); kewenangan dalam
mengalokasikan dana pendidikan.
Sedangkan
Thomas, 1997 dalam Abu-Duhou, mengelompokkan kewenagan sekolah dalam manajemen
berbasisi sekolah dalam empat hal, yaitu :
a)
Penerimaan (admission); kewenangan untuk
menentukan siswa mana yang akan diterima diseklolah.
b)
Penilaian (Assessment); kewenangan untuk
menentukan berapa siswa yang akan dinilai.
c)
Informasi (Information); kewenangan
untuk menseleksi data mengenai kinerja sekolah dan mempublikasikannya.
d) Pendanaan
(Funding); kewenangan untuk menentukan uang masuk bagi penerimaan siswa.
3)
Kompetensi siswa
Untuk merespon bebagai kondisi
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka salah satu kebutuhan yang sangat
penting adalah tersedianya system pendidikan dan pelatihan yang mampu
menghasilkan SDM yang berkualitas setara dengan standar internasional. Untuk
melaksanakan system pendidikan yang baik dibutuhkan suatu standar kompetensi
yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan
sebagai patokan kinerja yang diharapkan.
Salah satu bentuk system pendidikan
yang mampu meningkatkan kompetensi siswa adalah system manajemen berbasis
sekolah yang memberi hak sepenuhnya atau otonomi kepada sekolah untuk mengelola
sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan kebutuhan tempat dimana sekolah
berada.
2.
Strategi
Pengembangan Kompotensi Siswa
Dunia
pendidikan dewasa ini yang semakin banyak/ menghadapi tantangan, salah satu
diantaranya ialah bahwa pendidikan itu berlangsung dalam latar lingkungan yang
dibuat-buat, karena pendidikan itu harus membina tingkah laku yang berguna bagi
individu dimasa akan datang dan bukan waktu sekarang. Akibat dari latar
lingkungan yang dibuat adalah terjadinya suasana pembelajaran yang tidak
menyenangkan.
Masalah
lain yang dihadapi dunia pendidikan adalah sekolah masih menggunakan cara yang
bersifat aversif, dimana para siswa menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya
terutama untuk menghindari stimulus-stimulus aversif seperti kecaman guru,
ejekan dimuka kelas, menghadap kepala sekolah jika tidak membuat tugas di
rumah.
Untuk
memecahkan masalah untuk perbaikan pendidikan itu pernah diusulkan beberapa pemecahan
masalah yang diantaranya:
a.
Mendapatkan guru yang berkualitas
b.
Mencari terobosan baru untuk menandingi
sekolah unggul
c.
Menaikkan standar pembelajaran
d.
Mereorganisasi kurikulum.
Akan tetapi pemecahan masalah yang
pernah ditawarkan tersebut tidak menyentuh esensi permasalahan dunia pendidikan
itu sendiri.
Menurut Skinner satu hal yang perlu
dilakukan untuk memecahkan kebuntuan tersebut adalah bagaimana guru bertanggung
jawab mengembangkan pada siswa tingkah laku verbal (kompetensi) atau kemampuan
siswa yang merupakan pernyataan keterampilan dan pengetahuan mata pelajaran.
Konkritnya Skinner menjelaskan yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan
kemampuan siswa atau kompetensi siswa adalah :
Membangun khazanah
tingkah laku verbal dan non verbal yang menunjukkan hasil belajar.
a. Menghasilkan
dengan kemungkinan yang besar, tingkah laku yang disebut minat, antusiasme dan
motivasi untuk belajar.
b. Sehingga
dengan tugas seperti ini pembelajaran itu berfungsi memperlancar pemerolehan
pola-pola tingkah laku verbal dan non verbal yang perlu dimiliki setiap siswa.
Menurut B. Weiner, dengan teori
atribusinya, satu sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan dengan
analisa terjadinya interaksi di kelas.
Hal yang penting diperhatikan dalam
interaksi di kelas dalam konteks proses pembelajaran serta dalam rangka
meningkatkan kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa
yang perlu dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar
dan motivasi :
a.
Perbedaan Perseorangan,
Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan ialah tingkat perkembangan siswa dan tingkat
rasa harga diri siswa. Untuk mengimbangi adanya perbedaan perseorangan dalam
proses pembelajaran dianatarany dapat dilakukan pengajaran dengan kelompok
kecil (Cooperative Learning), tutorial, dan belajar mandiri serta belajar
individual.
b.
Kesiapan untuk belajar
Kesiapan
seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi hasil
pembelajaran yang bermanfaat baginya. Karena belajar sifatnya kumulatif,
kesiapan untuk belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana kesiapan untuk
belajar itu meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah kedudukannya dalam
tata hirarki keterampilan intelktual.
c.
Motivasi
Ciri khas dari teori-teori belajar
ialah memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang dihubungkan dengan
asas-asas untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri siswa. Konsep ini
memusatkan perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan yang bisa
mendorong siswa seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari peranan
peransang atau membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.
Ketiga hal diatas harus
diperhatikan yang dibarengi dengan penciptaan suasan kelas yang menyenangkan
sehingga tingkah laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan
pembelajarn yang nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang
dimanipulasi tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang
perlu diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum
juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam
pembelajaran. Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek
tingkah laku, maka kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa
benar-benar memiliki kompetensi yang sangat memadai.
Kurikulum saat ini, terutama
kurikulum pendidikan nasional akan dikembangkan apa yang dinamakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau Competency based Curriculum. Dalam konsep ini,
kurikulum harus dikuasai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu unit
pelajaran, satu satuan waktu dan satu satun pendidikan.
Materi kurikulum harus ditekankan
pada mata pelajaran yang sanggup menjawab tantangan global dan perkembangan
iptek yang sangat cepat. Disamping itu kurikulum yang dikembangkan harus
berlandaskan pendidikan etika dan moral yang dikembangkan dalam mata pelajaran
agama dan mata pelajaran lain yang relevan.
Selain itu kurikulum harus bersifat
luwes, sederhana dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan dimasa yang
akan datang sebagai dampak dari perkembangan terknologi dan tuntutan
masyarakat. Kurikulum hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran
siswa dan dapat dikembangkan dengan potensi siswa, keadaan sumber daya
pendukung dan kondisi yang ada.
Semua alternative solusi diatas
tidak ada artinya jika tidak dimanajemeni atau dikelola dengan professional.
Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem manajemen berbasis sekolah,
dimana pihak sekolah memiliki otoritas yang cukup untuk mengelola konsep-konsep
yang akan diterapkan dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa.
Masalah kurikulum, tujuan
pendidikan, keputusan atau kebijakan sekolah, fasilitas yang akan digunakan,
pengembangan SDM sekolah, pengaturan waktu dan biaya pendidikan, haruslah
sepenuhnya dikelola oleh sekolah sehingga langkah-langkah teknis diatas dapat
terwajud.
Untuk meningkatkan kompetensi siswa
ada beberap hal yang harus diperhatikan, diantaranya, ciri-ciri siswa antara
lain, perbedaan perseorangan, kesiapan belajar dan motivasi yang dibarengi oleh
pemanipulasian suasana pembelajaran menjadi lebih disukai oleh siswa sehingga
dengan mempertimbangkan kondisi ini apa yang diharapkan sesuai dengan tujuan.
Akan tetapi jika mensfesifikasi
pendidikan kedalam tingkah laku sama dengan membatasi guru menjadi upaya untuk
merubah tingkah laku siswa. Pada hal, pendidikan tidak hanya sebatas tutorial
yang akan mengakibatkan pendidikan kurang manusiawi dan terlalu mekanistik.
Akan tetapi pendidikan lebih dari itu, dimana pendidikan memerlukan tingkat
kecerdasan dan kebebasan berpikir yang tinggi, kompetensi dan moral atau
tingkah laku yang kompleks untuk mengarunginya.
Secara kelembagaan dalam rangka
meningkatkan kompetensi siswa perlu sebuah sistem yang mampu mengakomodir
tujuan tersebut. Salah satu bentuk dari system tersebut adalah manajemen
berbasis sekolah yaitu sebuah sistem manajemen yang memberi keluasan kepada
pihak sekolah untuk mengelola sekolah masing-masing menurut kebutuhan, kondisi,
dan tuntutan lingkungan dimana sekolah tersebut berada.
3.
Strategi
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Konsep MBS merupakan kebijakan baru
yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa
yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu
pendidikan.
a. Salah
satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat
menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah,
termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah
harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential
point is that schools and teachers will need capacity building if school-based
management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
b. Membangun
budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan
oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif.
Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster
tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan
ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
c. Pemerintah
pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam
rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan
block grant yang diterima sekolah.
d. Mengembangkan
model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan
MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah.
Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan
hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
D.
Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan
bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa, memenuhi kriteria yang sesuai dengan
harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan
kompetitif dengan sekolah sejenis.
Kejelasan
tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu yang
digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang
jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan. Keuntungan dengan
memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu
sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur
pencapaian kinerja.
Tujuan MBS
adalah meningkatkan mutu keputusan untuk mencapai tujuan. Oleh karena, dalam
pelaksanaan MBS memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas
indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah. Lebih
dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan
kepentingan siswa belajar. Dilihat dari sisi standardisasi, maka
penerapan MBS berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa melalu
pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan
kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.
Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar
penting dalam melaksanakan MBS. Partisipasi seluruh pemangku kepentingan
berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk meningkatkan mutu lulusan
melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan standar yang sesuai dengan
harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi target sekolah.
Baik
berdasarkan kajian pelaksanaan kajian di negara-negara lain maupun yang
tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan sisdiknas no. 20 Tahun
2003, serta aspirasi masyarakat yang berkembang, setidaknya ada empat aspek
yang tercakup sebagai tujuan dari MBS, kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan,
efektivitas, dan efisiensi serta akuntabilitas. Dari keempat aspek tersebut
ialah :
1.
Kualitas
(mutu) dan Relevansi
Manajemen
Berbasis Sekolah bertujuan mencapai mutu (quality)
dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolak ukur penilaian
pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau
prosesnya. Mutu relevansi ada yang memandangnyasebagai satu kesatuan substansi,
artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang memisahkan keduanya maka
mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (kelulusan),
seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk
pada manfaat apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai
lingkup/tuntutan kehidupan (dampak), termasuk juga ranah pendidikan yang tidak
diujikan.
2.
Keadilan
Manajemen Berbasis
Sekolah bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa
setiap anak berpotensi untuk belajar maka Manajemen Berbasis Sekolah memberi
keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan latar
belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan
dan layanan yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang
secara optimal.
Antar sekolah
harus saling memacu prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak
(bukan hanya yang pandai), dan secarakeseluruhan sekolah harus mencapai standar
kompetensi minimal bagi setiap anak yang diluluskan. Keadilan ini begitu
penting sehingga par ahli sekolah efektif menyingkat tujuan sekolahnya hanya
dengan mutu dan keadilan atau quality and
equity.
3.
Efektivitas
dan Efisiensi
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektivitas merupakan pengelolaan dan
penggunaan semua input dalam bentuk
non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas, metodologi,
strategi pembelajaran dll.)dihubungkan dengan hasil yang di capai (output-outcome). Efektivitas berhubungan
dengan proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang di pakai dalam
proses pendidikan sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang di
harapkan (sesuai tujuan). Efisiensi yang berhubungan dengan nilai uang yang
dikeluarkan atau biaya (cost) untuk
memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses)
dibandingkan atau dihubungakan dengan hasilnya (hasil belajar siswa).
Jadi, apabila yang dibahas dalam proses pendidikan untuk
mencapai hasil (tujuan) bersilfat non-uang maka pembahasan berhubungan dengan
efektivitas sekolah, sebaliknya kalau yang dibahas dalam proses pendidikan di
sekolah untuk mencapai hasil sesuai tujuan dihitung dalam bentuk uang (Rp) maka
kita membahas efisiensi. Kedua proses dibandingkan hasilnya. MBS diharaphan
dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah karena perencanaan dibuat
sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya juga diawasi oleh
masyarakat.
4. 4. Akuntabilitas
Manajemen
Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen
semua stake holders. Akuntabilitas
adalah pertanggung jawaban atas semua yang dikerjakan sesuai wewenang dan
tanggung jawab yang diperolehnya. Selama ini dipertanggungjawaban sekolah lebih
pada masalah administratif-keuangan dan bersifat vertikal (keatas) sesuai jalur
birokrasi. Pertanggung jawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas pada
pelaksanaan program sesuai petunjuk dan pedoman dari pusat ( pusat dalam arti
nasional maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya),tanpa pertanggung jawaban
hasil pelaksanaan program.
Dengan
melaksanakan semua pedoman dan petunjuk, sekolah telah merasa melaksanakan
tugas dengan baik.soal hasil pendidikan (prestasi lulusan) tidak termasuk
sesuatu yang yang harus dipertanggungjawabkan, tanggung jawab atas hasil
pendidikan, ada dipundak pengambil kebijakan (puasat kekuasaan), yang akhirnya
menjadi sangat berat karena dalam kenyataan, pusat otoritas tidak dapat
mengendalikan semua yang terjadi di sekolah yang kondisi dan konteksnya sangat
beragam.
MBS dengan
desentralisasi kewenangan kepada sekolah bukan hanya memberikan kewenangan
untuk mengambil keputusan yang lebih luas (dari pada sebelumnya). Tetapi juga
sekaligus membebankan pertanggungjawaban oleh sekolah atas apa-apa yang
dikerjakan dan hasil kerjanya.
Akuntabilitas
pendidikan dan hasilnya (baik administratif-finansial maupun tingkat kualitas
yang dicapai) diberikan bukan hanya kepada satu stakeholder (pusat/birokrasi), tetapi kepada berbagai pihak (stake holders), termasuk di dalamnya
orang tua, komite sekolah (masyarakat), dan pengguna lulusan, disamping secara internal
kepada guru-guru dan warga sekolah. Akuntabilitas kepada berbagai pihak ini
pada gilirannya akan meningkatkan kepedulian yang kuat (komitmen) pihak-pihak
terkait tersebut atas apa yang terjadi di sekolah, terutama dalam hal mutu,
keadilan, efektivitas, efisiensi, transparansi, dan sebagainya yang merupakan
unsur-unsur yang dituntut oleh konsep akuntabilitas pendidikan.
BAB
III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan alat untuk memajukan suatu sekolah dengan
memanajeman seluruh kebutuhan sekolah yang saling bekerjasama dalam lingkungan sekolah seperti
guru, peserta didik, orang tua untuk meningkatkan kegiatan sekolah yang lebih
baik.
Pada dasarnya penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan masyarakat dan orang tua siswa untuk
memperkuat peran kepala sekolah dalam kebijakan penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta Pembelajaran Aktif Kreatif
Menyenangkan.(PAKEM), sangatlah berperan penting dalam meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah.
Peran Pemerintah
disini mengawasi, mendukung serta menjamin berlangsungnya Manajemen Berbasis
Sekolah. Hal ini mencakup peningkatan kemampuan personal pengelola sekolah dan
tenaga pendidikan melalui berbagai training dan workshop terkait dengan MBS,
formulasi pendanaan pendididkan berbasis sekolah dalam rangka penyuksesan MBS.
Bafian ini menyodorkan funding formula yang diharapkan lebih applicable dan
tepat sesuai dengan kemampuan dan tuntuta masyarakat serta kemampuan keuangan
nasional. Setiap sekolah menentukan sendiri pengeluaran anggaran yang
dialokasikan kepada mereka untuk pembayaran gaji pegawai, peralatan, pasok, dan
pemeliharaan.
B. Saran
Saran
dari penulis adalah tingkatkan kualitas mutu pendidikan di sekolah dengan
penerapan strategi manajemen berbasis sekolah yang efektif, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pertanyaan
dan Jawaban
1.
Pertanyaan
a.
Bagaimana menerapkan Manajemen Berbasis
Sekolah pada Sekolah Dasar?
b.
Mengapa Manajemen Berbasis Sekolah Itu
penting di laksanakan di Sekolah Dasar?
c.
Apakah dengan strategi manajemen
berbasis Sekolah dapat meningkatkan pengembangan kompetensi siswa?
d.
Bagaimana caranya strategi peningkatan
mutu pendidikan diterapkan dalam Manajemen Berbasisi sekolah?
e.
Apakah penerapan Manajemen Berbasis
sekolah efektif di terapkan di Sekolah Dasar?
2.
Jawaban
a.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
untuk SD dilakukan melalui Program Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (PPMBS).
Sesuai kebijakan dan program yang tercantum dalam propenas tahun 200-2004,
program MBS pada SD bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga
komponen, yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM),
serta Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk
meningkatkan mutu pembelajaran.
b.
Karena manajemen Berbasisi Sekolah
merupakan suatu kesatuan kunci unutk meningkatkan mutu pendidikan dengna
adanyan kerjasama dengan pemerintah, murid, guru, dan masyrakat untuk menunjang
dalam kegiatan pendidikan.
c.
Ya, dapat. Karena tersedianya system
pendidikan dan pelatihan yang mampu menghasilkan SDM yang berkualitas setara
dengan standar internasional. Untuk melaksanakan system pendidikan yang baik
dibutuhkan suatu standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh
seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai patokan kinerja yang diharapkan. Salah
satu bentuk system pendidikan yang mampu meningkatkan kompetensi siswa adalah
system manajemen berbasis sekolah yang memberi hak sepenuhnya atau otonomi kepada
sekolah untuk mengelola sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan kebutuhan
tempat dimana sekolah berada. Sehingga kemampuan kompetensi siswa menjadi lebih
meningkat.
d.
Caranya yaitu dengan peningkatan
kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua
siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang
mengiringi penerapan kebijakan MBS. Membangun budaya sekolah (school culture)
yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk
membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pemerintah pusat lebih
memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan
evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah. Mengembangkan model program pemberdayaan
sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak
dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah
berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih
nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
e.
Penerapan Manajemen Berbasis sekolah
sangat efektif di terapkan di Sekolah Dasar. Karena program MBS pada SD
bersifat program rintisan dengan menekankan pada tiga tiga komponen, yaitu
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), serta
Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan.(PAKEM). Ketiganya untuk meningkatkan
mutu pembelajaran.
siip pak
BalasHapus